Tia Lora Nuroshobah
Pajak penghasilan
= pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau
badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif, proporsional, atau regresif.
Pengertian PPh Pasal 25, mekanisme
pembayaran pajak di muka atau pembayaran cicilan setiap bulan.
Pembayaran angsuran atau cicilan ini dinamakan Pajak Penghasilan Pasal
25.
Cara Mengitung PPh Pasal 25
Didasarkan
kepada data SPT Tahunan tahun sebelumnya. Artinya, kita mengasumsikan
bahwa penghasilan tahun ini sama dengan penghasilan tahun sebelumnya.
Tentu saja nanti akan ada perbedaan dengan kondisi sebenarnya ketika
tahun pajak sekarang sudah berakhir. Selisih tersebutlah yang kita
bayar sebagai kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan bayar akhir tahun
ini biasa dinamakan PPh Pasal 29. Apabila selisihnya menunjukkan lebih
bayar, maka kondisi ini dinamakan restitusi atau Wajib Pajak meminta
kelebihan pembayaran pajak yang telah dilakukan.
Menurut Undang Undang no.17 tahun 2000:
Subyek pajak pribadi yaitu
setiap orang yang tinggal di Indonesia atau tidak bertempat tinggal
di Indonesia yang mendapatkan penghasilan dari indonesia.
Subyek pajak harta warisan belum dibagi
yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi
tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
Subyek pajak badan
yaitu perkumpulan orang dan/atau modal baik melakukan usaha maupun
tidak melakukan kegiatan usaha meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah
dengan nama dan bentuk usaha apapun seperti firma, kongsi, koperasi,
dana pensiun, perkumpulan, persekutuan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk
usaha tetap dan bentuk badan lainnya.
Bentuk usaha tetap
yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak
didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di
Indonesia.
Bukan subyek pajak penghasilan
Undang Undang No. 17 tahun 2000 Badan perwakilan negara asing.
Pejabat
perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat - pejabat lain dari
negara asing dan orang - orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan
warga negara indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik.
Organisasi
internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan
syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tersebut
tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
Pejabat
perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan
menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara indonesia dan tidak
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Obyek Pajak Penghasilan =
penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan
dalam bentuk apapun termasuk :
Penggantian
atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali
ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan;b.Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;c.Laba usaha;d.Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta ;e.Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;f.Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;g.Dividen
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;h.Royalti;i.Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;j.Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)
Tarif PPn BM adalah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen) dan setinggi-tingginya 50% (lima puluh persen).
Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan
Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah yang atas penyerahan/impor
BKP-nya dikenakan PPn BM.
Tarif PPN/ PPn BM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).
Harga jual/ penggantian
= nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual/ pembeli jasa karena penyerahan BKP/
Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN/ PPn BM dan potongan harga
yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Nilai Impor
= nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk
PPN/ PPn BM.
Nilai Ekspor = nilai berupa uang, termasuk semau biaya yang diminta oleh Eksportir.
Nilai lain = nilai yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Bagaimana cara menghitung PPN ?
PPN yang terutang = tarif x DPP
PPN yang terutang = Pajak Keluaran (PK) yang dipungut oleh PKP penjual dan merupakan Pajak Masukan bagi PKP pembeli.
Pajak pertambahan nilai (PPN) = pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, pajak ini disebut "value added tax" (VAT) atau "goods and services tax"
(GST). PPN termasuk jenis pajak tak langsung, yang artinya bahwa
pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung
pajak, atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak
menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN ada pada pedagang/produsen (pengusaha kena pajak atau PKP). Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP dikenal istilah Pajak Keluaran dan Pajak Masukan. Pajak Keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan Pajak Masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli/memperoleh/membuat produknya.
-
Karakteristik PPN
Pajak tidak langsung; pemikul beban pajak dan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke KPP adalah subyek yang berbeda
Multitahap; pajak dikenakan di tiap mata rantai produksi dan distribusi
Pajak obyektif; pengenaan pajak didasarkan pada obyek pajak
Menghindari pengenaan pajak berganda; sistem pajak pertambahan nilai didesain untuk menghindari pengenaan pajak berganda
-
Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah
1. Penyerahan barang berwujud yang tergolong mewah
2. Impor barang berwujud yang tergolong mewah
1. Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah
2. Pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas :
a.Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b.Impor Barang Kena Pajak;
c.Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d.Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah . Pabean;
e.Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f.Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan
JKP dan atau ekspor BKP yang dikenakan pajak berdasarkan Undang- Undang
Pajak Pertambahan Nilai yang wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP, tidak termasuk Pengusaha Kecil, yang batasannya
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil
memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Pengusaha Kecil
Pengusaha Kecil dibebaskan dari kewajiban mengenakan/memungut PPN
atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP)
sehingga tidak perlu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak, kecuali apabila Pengusaha Kecil memilih untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Undang-undang PPN berlaku
sepenuhnya bagi Pengusaha Kecil tersebut.Pengusaha Kecil adalah
Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau
JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak
lebih dari Rp. 600.000.000,00 (Enam ratus juta rupiah).
Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan
Jasa Kena Pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal
4A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
tidak dikenakan PPN, yaitu:
A. Jenis Barang Yang Tidak Dikenakan PPN
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi:
a.Minyak mentah;b.Gas bumi;c.Panas bumi;d.Pasir dan kerikil;e.Batu
bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; danf. Bijih timah, bijih
besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih
bauksit.g.Barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang diambil
langsung dari sumbernya.
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu :
a.Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah,
beras ketan hitam atau beras ketan putih dalam bentuk: - Beras berkulit
(padi atau gabah) selain untuk benih;- Digiling;- Beras setengah giling
atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan maupun tidak;- Beras
pecah;- Menir (groats) dari beras.
b.Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung
kuning kemerahan atau popcorn (jagung brondong), dalam bentuk:
- Jagung yang telah dikupas maupun belum/ jagung tongkol dan biji
jagung/jagung pipilan;- Munir (groats) / beras jagung, sepanjang masih
dalam bentuk butiran.
c.Sagu, dalam bentuk :- Empulur sagu;- Tepung, tepung kasar dan bubuk dari sagu.
d.Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau,kedelai kuning atau kedelai hitam dalam bentuk pecah atau utuh;
e.garam baik yang beryodium maupun tidak berjodium termasuk:- Garam
meja;- Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50 Kg atau lebih, dengan
kadar Na CL 94,7 %
(dry basis).
3.Makanan
dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat
maupun tidak; tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh
usaha katering atau usaha jasa boga.
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
B. Jenis Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN
1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi:a. Jasa dokter
umum, jasa dokter spesialis, jasa dokter gigi;b. Jasa dokter hewan;c.
Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gizi,fisioterapi, ahli
gigi;d. Jasa kebidanan, dan dukun bayi;e. Jasa paramedis, dan perawat;
danf. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium
kesehatan, dan sanatorium.
2.
Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:a. Jasa pelayanan panti
asuhan dan panti jompo;b. Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat
komersial;c. Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;d. Jasa lembaga
rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial;e. Jasa pemakaman termasuk
krematorium;f. Jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat
komersial.g. Jasa pelayanan sosial lainnya kecuali yang bersifat
komersial.
3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia (Persero);
4.
Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak
opsi, meliputi :a.Jasa perbankan, kecuali jasa penyediaan tempat untuk
menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan
pihak lain berdasarkan surat kontrak (perjanjian), serta anjak
piutang.b.Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi; danc.Jasa Sewa
Guna Usaha dengan Hak Opsi.
5.
Jasa di bidang keagamaan, meliputi :a.Jasa pelayanan rumah
ibadah;b.Jasa pemberian khotbah atau dakwah; danc.Jasa lainnya di bidang
keagamaan.
6. Jasa di bidang pendidikan, meliputi :
a.Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa
penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar
biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik
dan pendidikan profesional; b.Jasa penyelenggaraan pendidikan luar
sekolah, seperti kursus-kursus.
7.
Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan
termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti
pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma.
8.
Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan seperti jasa
penyiaran radio atau televisi baik yang dilakukan oleh instansi
Pemerintah maupun swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai
oleh sponsor yang bertujuan komersial.
9.
Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air, meliputi jasa
angkutan umum di darat, di laut, di danau maupun di sungai yang
dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh swasta.
10. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:
a.Jasa tenaga kerja;b.Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang
Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja
dari tenaga kerja tersebut; danc. Jasa penyelenggaraan latihan bagi
tenaga kerja.
11. Jasa di bidang perhotelan, meliputi:
a. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan
kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; danb. Jasa persewaan
ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan,
motel, losmen dan hostel.
12.
Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan
oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan
(1MB), pemberian Ijin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib
Pajak dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Dalam
rangka, baik masyarakat wajib pajak maupun aparatur perpajakan mematuhi
kewajiban-kewajiban, sekaligus sebagai perwujudan unsur pajak dapat
dipaksakan sebagaimana didefinisikan, maka dituangkan ketentuan sanksi
perpajakan, termasuk yang berkaitan dengan sanksi bagi wajib pajak (PKP)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM).
Sanksi-sanksi dalam perpajakan terdiri dari:
Sanksi administrasi yang meliputi:
-
-
-
Sanksi pidana perpajakan yang meliputi:
Sanksi berupa yang bersifat pelanggaran;
Sanksi pidana yang bersifat kejahatan.
PPh Pasal 21
Tidak termasuk penerima penghasilan :
Objek Pasal 21 :
Penghasilan yang diterima secara teratur
Penghasilan yang diterima tidak teratur
Upah
Pesangon dan sejenisnya
Imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan
Gaji yang terkait dengan Pejabat Negara & PNS
Uang pensiun
Natura & kenikmatan, diberikan oleh bukan WP
Non Objek Pasal 21 :
Pembayaran asuransi (kesehatan, kecelakaan, ...)
Natura & kenikmatan, diberikan WP
Natura & kenikmatan, diberikan Pemerintah
Iuran pensiun dibayar ke Dapen
Pajak ditanggung pemberi kerja
THT Taspen & THT Asabri
Zakat (lembaga zakat disahkan Pemerintah)
Biaya Jabatan (dalam rangka 3M penghasilan) = 5% dari penghasilan bruto, maks Rp 1.296.000,- / th)
Biaya Pensiun (dalam rangka 3M uang pensiun) = 5% dari uang pensiun bruto, maks Rp 432.000,- / th)
Hak WP :
Meminta Bukti Potong (sebagai kredit, kecuali PPh Ps. 21 Final)
Mengajukan surat keberatan ke Dirjen Pajak (maks 3 bulan atau force major)
Banding ke Badan Peradilan Pajak (maks 3 bulan